HAKIKAT DAN SEJARAH LAHIRNYA PRAGMATIK
oleh Noermanzah
(Dosen STKIP PGRI Lubuklinggau Sumatera Selatan)
A. Hakikat Pragmatik
Parker (1986:11) mengemukakan
pragmatik sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari bahasa secara
eksternal atau berdasarkan makna konteks. Berikut penjelasan yang diutarakan
oleh Parker.
“Pragmatics is
distinct from grammer, which is the study of the internal structure or
language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate”.
Dari kutipan yang dikemukakan Parker tersebut dapat
dijelaskan bahwa kajian pragmatik berbeda dari kajian tata bahasa yang mengkaji tentang struktur internal bahasa, tetapi pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mengkaji tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Kata kunci menurut Parker terletak
dari makna yaitu bahasa yang digunakan dalam situasi berkomunikasi. Situasi
berkomunikasi yang dimaksud adalah konteks ketika sebuah ujaran digunakan
mempengaruhi makna dari ujaran tersebut. Hal yang senada diutarakan oleh Wijaya
dan Rohmadi (2011:5), pragmatik merupakan kajian yang menelaah makna wacana
ditinjau dari segi konteks. Maksud konteks berhubungan dengan situasi kalimat
yang dimaksud terjadi. Misalnya, makna tangan
panjang dan baik bila digunakan
pada kalimat dengan konteks yang berbeda akan memiliki makna yang berbeda juga,
seperti pada kalimat (1), (2), dan (3) berikut.
(1) Pak
Nurman memiliki tangan panjang yang mampu menggapai buah mangga
milik mertuanya.
(2) Pak
Zico terkenal baik di Desa Plangkian
sejak diberhentikan dari Pekerjaannya sebagai akuntan di Bank Bengkulu.
Dari data (1) kata tangan panjang secara internal maknanya menunjukkan “tangan yang
berbentuk panjang”. Kata baik pada
data (2) secara internal bermakna “sifat yang bagus atau santun”. Akan tetapi,
secara eksternal bila dilihat dari penggunannya, kata tangan panjang tidak selalu bermakna “tangan yang berbentuk
panjang”. Begitu juga kata baik tidak
selalu bermakna “sifat yang bagus atau santun”. Hal ini dapat kita lihat dalam
kutipan dialog berikut.
(3) Pak
Nurman : Sepertinya tetangga kita
itu, terkenal tangan panjang di
desa kita ya
Bunda?
Bunda
Resa : Ah, Ayah! Jangan
sembarangan kalau bicara. Dia kan
tetangga lama
kita.
Pak
Nurman : Memang baik sekali pak Samitra! Bayangkan saja
Ibu
Mertuanya saja
kemarin diusir dari rumahnya, hanya gara-
gara mau pamit
pergi ke pasar loh, bunda.
Dari dialog (3) tersebut secara
eksternal kata panjang tangan memiliki
makna “pencuri” bukan orang yang memiliki tangan yang berbentuk panjang.
Kemudian, untuk kata baik secara
eksternal memiliki makna “kurang baik atau sifat yang buruk” bukan bermakna
“sifat baik atau santun”. Dengan demikian, suatu kata bila ditinjau secara
pragmatik, suatu kata, frase, klausa, dan kalimat akan mengalami perubahan
makna bila konteks pembicaraan dalam komunikasi berbeda. Dengan kata lain,
makna yang dikaji dalam pragmatik merupakan makna yang terikat konteks, berbeda
halnya dengan semantik yang mengkaji makna yang bebas dengan konteks.
Kajian pagmatik juga diutarakan oleh
Leech (1983:13) sebagai salah satu bagian dari ilmu bahasa yang menelaah
penggunaan bahasa yang berintegrasi dengan fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik. Dari pendapat Leech ini, kajian pragmatik bekerja mengkaji suatu
penggunaan bahasa yang tidak bisa terlepas dari unsur fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik.
Dari beberapa pendapat ahli bahasa
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu
bahasa yang mengkaji makna suatu bahasa ditinjau dari penggunaan bahasa dalam
berkomunikasi atau terkait dengan konteks (eksternal) ketika bahasa digunakan
dalam berkomunikasi.
B. Sejarah Lahirnya Pragmatik
Bahasa sebagai sesuatu yang bersifat
abstrak dan manasuka sulit untuk diterjemahkan. Begitupun kaum strukturalis
mengalami hambatan dalam memaknai bahasa ketika dihadapkan pada suatu konteks. Pada tahun-tahun sebelumnya,
khususnya tahun 1930-an, linguisitk menurut kaum struktural dianggap hanya
mencakup fonetik, morfologi, dan fonemik. Kemudian, pada era Bloomfield, kajian
sintaksis dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan makna dikesampingkan
dalam pencaturan linguistik karena dianggap terlampau sulit untuk diteliti dan
dalam proses analisis.
Pada tahun 1950-an dengan berkembangnya teori linguistik
Chomsky, sintaksis telah mendapatkan tempat dalam linguistik. Dalam teorinya,
linguistik yang berlatar belakang filsafat mentalis ini menegaskan bahwa
sintaksis merupakan bagian dari linguistik yang bersifat sentral. Gagasan
kesentralan sintaksis itu kemudian mendatangkan pradigma baru dalam dunia
linguistik. Sekalipun linguistik Chomsky dianggap lebih maju disbanding era
linguistik sebelumnya, bagi tokoh ini masalah makna masih dianggap sulit untuk
dianalisis.
Pada awal tahun 1970-an, para linguis yang bernuansa transformasi
generatif seperti Ross dan Lokoff, menyatakan bahwa kajian sintaksis itu tidak
bisa memisahkan diri dengan konteksnya. Sejak saat itu pula lahir sosok baru
dalam dunia linguistik yang disebut prgmatik, khususnya untuk linguistik yang
berkembang dibelahan bumi Amerika. Dapat dikatakan bahw dengan munculnya
tokoh-tokoh itu telah menandai telah runtuhnya hipotesis tentang teori-teori
bahasa yang telah berkembang diera-era sebelumnya.
Istilah pragmatik sebenarnya sudah mulai dikenal sejak masa
hidupnya seorang filusufi terkenal bernama Charles Morris. Dalam memunculkan
istilah pragmatic, Morris mendasarkan pemikirannya berdasarkan gagasan
filusufi-filusufi pendahulunya seperti Charles Shanders Phierce, dan John Lokey
yang banyak menggeluti ilmu tanda dan ilmu lambang semasa hidupnya yang biasa
dinamai semiotika (semiotics). Dengan berdasarkan pada gagasan filusufi itu,
Morris membagi ilmu tanda dan ilmu lambang ke dalam tiga bagian yakni
sintaktika (sintaktics) yakni ilmu tentang relasi formal tanda-tanda, semantika
(semantics) yakni studi relasi tentang tanda-tanda dengan objeknya, dan
pragmatika (pragmatics) yakni studi relasi tentang tanda-tanda dengan
penafsirnya. Berawal dari filusufi ternama inilah pragmatik terlahir dan
bertengger dalam dunia linguistik.
Linguistik yang lazimnya disebut sebagai ilmu yang mengkaji
seluk-beluk bahasa keseharian manusia, memiliki beberapa cabang. Cabang-cabang
tersebut secara linguistik dapat diurutkan: fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan pragmatik. Dari urutan cabang-cabang linguistik itu, tampak bahwa
pragmatik merupakan ilmu linguistik yang paling baru.
Verhar (1996) menyebutkan bahwa lazimnya fonologi
dibicarakan berdampingan dengan fonetik. Sebab keduanya sama-sama meneliti
bunyi bahasa. Fonetik meneliti bunyi bahasa berdasarkan pelafalannya dan sifat
akustiknya. Sedangkan fonologi meneliti bunyi bahasa berdasarkan fungsinya.
Morfologi dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari struktur internal kata,
sintaksis mempelajari susunan kata dalam kalimat, semantik mempelajari perihal
makna. Sementara itu, pragmatik mempelajari apa saja yang termasuk struktur
bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan mitra tutur serta sebagai
pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik.
Berdasarkan latar belakang perkembangan pragmatik dapat
disimpulkan bahwa kehadiran pragmatik disebabkan kerena adanya ketidakpuasan
terhadap analisis bahasa yang hanya menekankan pada unsusr-unsur formal bahasa
saja atau bagian struktur internal. Bahasa dipandang sebagai perwakilan atau
perwujudan dari simbol-simbol bahasa. Sementara itu, perwujudan atau simbol-simbol
bahasa hadir apabila ada sesuatu yang mendasarinya yang berupa unsur-unsur non
kebahasaan. Para penganut strukturalis dalam menganalisis bahasa hanya
menekankan pada struktur formal bahasa. Bahasa (kalimat) hanya dikatakan
lengkap apabila memuat unsur pembentuknya dalam hal ini subjek (S) dan predikat
(P) yang hanya ditandai dari segi aktif, pasif, transitif, intransitif,
semitransitif. Sementara itu unsur-unsur yang menyertai kehadiran sebuah
kalimat terkadang diabaikan. Para penganut pragmatik berpandangan bahwa bahasa
sellu hadir bersamaan dengan konteks. Baik konteks lingual maupun ekstra
lingual. Dalam analisis pragmatik, kajian bahasa tidak bias dilakukan tanpa
mempertimbangkan kontekks situasi yang meliputi penutur dan mitra tutur,
situasi, tujuan pembicaraan, serta dampak atau bentuk-bentuk perubahan yang
ditimbulkan akibat tindakan tersebut.
Bagi pembaca yang ingin melihat kajian yang ada dalam ilmu pragmatik dapat mengunduhnya pada bagian berikut. Unduh Silabus
Referensi
Bagi pembaca yang ingin melihat kajian yang ada dalam ilmu pragmatik dapat mengunduhnya pada bagian berikut. Unduh Silabus
- Buku “Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia” Karya R. Kunjana Rahardi (2005) Penerbit Erlangga, Jakarta.
- Buku “Pragmatik” Karya Louise Cummings (2007) Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
- Buku “Pragmatik dan Penelitian Pragmatik” Karya F. X Nadar (2008). Graha Ilmu. Yogyakarta.
- Buku “ Pengajaran Pragmatik” Karya Henry Guntur Tarigan (2009). Angkasa Bandung, Bandung.
- Buku “Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis” I Dewa Putu Wijaya dan M. Rohmadi (2011) Penerbit Yuma Pustaka, Surakarta.